KOTAJOGJA.COM – Roda-roda sepeda terus berputar menggilas jalanan desa dengan disuguhi pemandangan sawah menghampar luas dan ditingkahi pemantang sawah  memisahkan satu dengan lainnya. Senyum ramah dan sapaan warga desa Banguncipto Kulon Progo membuat perjalanan ini semakin asyik dan penuh keakraban.

Bersama Mas Towil dan kedua tamunya, saya diajak ikut blusukan dengan mengikuti rute yang sudah ditentukan. Perjalanan khas desa dimana setiap berjumpa dengan orang dijalan saling menyapa, melambaikan tangan disertai senyum mengembang.

Sebelum memasuki areal persawahan, kami sempat berhenti sebentar di salah satu rumah warga untuk merasakan manisnya buah rambutan. Suasana ini mungkin hal yang biasa terjadi dan terlihat sepele bagi kita, tapi bagi kedua tamu Mas Towil hal ini terlihat unik. ”Mereka (wisatawan mancanegara) tidak pernah menemukannya di negara asalnya. Hal-hal yang bagi kita sepele justru sangat istimewa untuk mereka,” kata Towil.
Kami sempat berhenti sebentar untuk sedikit mempersilahkan para tamu menikmati suasana. Sambil ngobrol, para wisatawan kemudian diajak melihat-lihat sekelilingnya. Mereka bertemu dengan macam-macam hal dan Mas Towil menjelaskannya, mulai dari tanaman kunir, kencur, serai, laos, dan bahkan rumput putri malu.

Ditengah-tengah perjalanan saya pun sempat menanyakan kepada Mas Towil bagaimana awalnya bisa menggerakan kegiatan wisata blusukan bersepeda.  “Modal awal kegiatan wisata blusukan ini ya dari potensi desa  Banguncipto Kulon Progo ini, keramahtamahan warga, alam pedesaan, dan kejujuran. Potensi wisata yang tidak memerlukan modal seperser pun, saya hanya meresponnya saja,” ungkap pria penggemar KLA Project ini.

Roda-roda terus berputar dan seakan-akan kami sebagai pengendara tidak mampu menahan laju roda yang terus berputar. Menyeberang jalan besar Mas Towil mengajak kami untuk mampir sebentar di tempat Mbah Ploso seorang pemijat dan peracik jamu yang terkenal seantero Sentolo.
Gelak tawa dan senyum renyah mengisi pertemuan singkat ini, dengan seksama kedua Tamu Mas Towil memperhatikan serius mbah Ploso meracik jamu bagi konsumennya. Mbah Ploso secara runut menerangkan racikannya secara lengkap dan mendetail.  Mas Towil bertindak sebagai penerjemah bagi kedua tamunya.

Di perjalanan, kami bisa menemukan banyak kegiatan penduduk, mulai dari pembuatan tempe, ketupat, telur asin, pemintalan tenun, pembuatan gamelan, penggilingan padi, sampai dengan melihat kereta api yang melintas di sebelah utara Jalan Raya Wates.  Namun karena keterbatasan waktu akhirnya kami hanya memutuskan untuk mengunjungi pemintalan tenun manual dan memanen padi.

Wahana hijau persawahan menjadi pemandangan panjang sering kita temui dalam perjalanan ini, seperti permadani hijau yang tidak ada putusnya. Jalan setapak  di sepanjang selokan pun tidak luput dari gilasan roda sepeda kami, perlahan dan hati-hati kami lakukan karena licinya jalan sisa hujan semalam.

Akhirnya kita sampai di ruman Mbah Semi seorang pemintal manual yang membuat bagor tempat untuk beras. Senyum ramahnya menyambut kami terlebih lagi kepada kedua tamu Mas Towil, seakan-akan mereka pernah ketemu sebelumnya. Kedua tangan mbah Semi tidak henti-hentinya mencablek kedua tamu dengan penuh akrab dan senyum merekah.

Kamipun mengikuti Mbah Semi untuk melihat proses bagaimana beliau memintal benang-benang plastik menjadi lembaran kain bagor yang siap di jahit memutar menjadi tempat beras dengan ukuran 1 kuintal. Dari proses ini terlihat Mbah Semi tetap semangat dalam menjalani hidup di usia ke-72. Beliau pun mengajak salah satu dari kami untuk mencoba melakukan pemintalan manual pembuatan kain bagor. Tidak lebih dari satu jam kami pun mohon pamit melanjutkan blusukan untuk melihat kegiatan memanen padi.

Sesampainya di tempat, para petani terbagi dalam tiga kelompok, kelompok pertama mengambil padi yang menguning, kelompok dua memasukan padi pada mesin giling dan kelompok ketiga mengambil bulir padi untuk dijemur.

Waktulah yang memisahkan kami untuk menuju tempat Mas Towil dikarenakan keterbatasan waktu yang membuat kita untuk segera kembali di rumah beliau. (aan ardian/kotajogja.com)

1 COMMENT

  1. Memang kabupaten kulon progo sebagian besar area perbukitan misalnya bukit menoreh. Suatu keputusan yang tepat oleh pemerintah kabupaten kulon dengan budidaya desa wisata sehingga menarik perhatian pengunjung. Awalnya desa wisata banyak kita temui dibukit menoreh. Akan tetapi sekarang juga sedang progress pembangunan desa wisata di puncak gunung karang yang berada di wilayah dusun Banaran Lor, Banguncipto, Sentolo, Kulon Progo. Sobat tertarik ingin berkunjung ke desa wisata banguncipto yang terletak digunung karang atau lebih dikenal sunset view sentolo? Kalian bisa mendapatkan informasi menarik mengenai sunset view puncak sentolo di deqwan1.blogspot.com.
    Untuk menemukan lokasi desa wisata kulon progo, sangat mudah dijangkau karena tak jauh dari jalan propinsi wates – jogja atau magelang – wates.

Comments are closed.